Pengamat hukum dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Profesor Hibnu Nugroho meminta aparat penegak hukum (APH) untuk menindaklanjuti isi dakwaan yang menyebut eks Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi meminta jatah 50 persen dari praktik pengamanan situs judi online (judol).
“Langkah yang adil, hasil pembacaan surat dakwaan wajib ditindak lanjuti APH. Karena ini kejahatan yang meresahkan masyarakat,” kata Prof Hibnu kepada Inilah.com, dihubungi dari Jakarta, dikutip Minggu (18/5/2025).
Surat dakwaan, kata dia, cuan128 merupakan bukti awal cukup bagi aparat untuk mencari bukti tambahan lain agar bisa segera menjerat Budi Arie sebagai tersangka. “(Itu) masih perlu bukti lain, artinya negara sungguh-sungguh harus berantas judol,” tegasnya.
Sebelumnya diberitakan, mantan Menkominfo Budi Arie Setiadi disebut meminta jatah 50 persen dari praktik pengamanan situs judi online.
Fakta tersebut terungkap dalam surat dakwaan terhadap sejumlah eks pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika—yang kini bernama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi)—yang menjadi terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu (14/5/2025). Para terdakwa yakni Zulkarnaen Apriliantony, Adhi Kismanto, Alwin Jabarti Kiemas, dan Muhjiran alias Agus.
Dalam dakwaan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menguraikan konstruksi kasus pengamanan situs judol. Disebutkan bahwa Budi Arie meminta Zulkarnaen mencarikan seseorang untuk mengumpulkan data situs judol. Zulkarnaen kemudian memperkenalkan Adhi Kismanto, yang meski tidak lulus seleksi karena tidak bergelar sarjana, tetap diterima bekerja di Kemenkominfo atas atensi langsung dari sang menteri.
“Zulkarnaen Apriliantony memperkenalkan Adhi Kismanto kepada Budi Arie, dan selanjutnya Adhi tetap diterima bekerja meskipun tidak lolos seleksi,” bunyi surat dakwaan yang dikutip Sabtu (17/5/2025).
Adhi kemudian terlibat dalam praktik penjagaan situs judol, termasuk memilah daftar pemblokiran agar situs yang telah membayar tidak ikut diblokir. Praktik ini melibatkan sejumlah pegawai internal dan pihak eksternal.
Dari praktik tersebut, terungkap adanya pembagian keuntungan, dengan Budi Arie disebut sebagai penerima bagian terbesar. “Terdakwa dan para pelaku sepakat membagi hasil. Sebesar 50 persen diberikan kepada Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi,” bunyi surat dakwaan.
Zulkarnaen bahkan beberapa kali disebut menggunakan kedekatannya dengan Budi Arie untuk meyakinkan pihak lain bahwa kegiatan tersebut aman. “Saya teman dekat Pak Menteri,” tutur Zulkarnaen kepada salah satu terdakwa lain dalam pertemuan yang turut diungkap dalam dakwaan.
Ketika praktik sempat terhenti pada April 2024, Zulkarnaen disebut menemui Budi Arie di rumah dinas Menkominfo di kawasan Widya Chandra, Jakarta, untuk meminta restu melanjutkan kegiatan tersebut. Permintaan itu disebut disetujui. “Terdakwa kemudian menemui Menteri Budi Arie Setiadi di rumah dinas Widya Chandra dan mendapatkan restu untuk melanjutkan praktik,” bunyi surat dakwaan.
Total situs yang diamankan dari pemblokiran disebut mencapai lebih dari 10 ribu, dengan perputaran dana mencapai puluhan miliar rupiah.
Perbuatan para terdakwa dijerat dengan Pasal 27 ayat (2) jo. Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Selain itu, mereka juga dikenai Pasal 303 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari Budi Arie Setiadi terkait penyebutan namanya dalam surat dakwaan tersebut. Sebelumnya, ia sempat membantah keterlibatannya dan mengaku merasa dikhianati oleh anak buahnya.